Sabtu, 17 November 2012

Kepemimpinan dan Contoh Pemimpin Diktator


I.          Pengertian Kepemimpinan
Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya. Beberapa ahli berpandapat tentang Pemimpin, beberapa diantaranya :
a.       Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
b.      Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.
c.       Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.
d.      Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.
e.       Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.
f.       Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :
·         Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
·         Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
·         Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.”The art of influencing and directing meaninsuch away to abatain their willing obedience, confidence, respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission”. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual 22-100.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
a.       Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanakan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.
b.      Fungsi sebagai Top Mnajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling, dsb.
II.            Teori Kepemimpinan
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan.
Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain:
a.       Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian.
Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain :
·         Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya.
·         Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial
Umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal maupun eksternal, seorang pemimpin yang berhasil mempunyai emosi yang matang dan stabil. Hal ini membuat pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam mempertahankan pendirian yang diyakini kebenarannya.
·         Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi
Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi serta dorongan untuk berprestasi. Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada kinerja yang optimal, efektif dan efisien.
·         Sikap Hubungan Kemanusiaan
Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnya mampu berpihak kepadanya
b.      Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan kearah 2 hal, yaitu :
·         Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan.
·         Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.
Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula.
c.       Teori Kewibawaan Pemimpin
Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin.
d.      Teori Kepemimpinan Situasi
Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.
e.       Teori Kelompok
Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.
Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis) berartitelah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilakan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Selain gaya kepemimpinan di atas masih terdapat gaya lainnya, yaitu :
a.       Otokratis
Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya. Kekuasaan sangat dominan digunakan. Memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saja yang diperintahkan. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa manfaatnya antaranya memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
b.      Partisipasif
Lebih banyak mendesentrelisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak.
c.       Demokrasi
Ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan pemimpin yang demokrasis cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.
d.      Kendali Bebas
Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung – jawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri.
Dilihat dari orientasi si pemimpin, terdapat dua gaya kepemimpinan yang diterapkan, yaitu gaya konsideral dan struktur, atau dikenal juga sebagai orientasi pegawai dan orientasi tugas. Beberapa hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa prestasi dan kepuasan kerja pegawai dapat ditingkatkan apabila konsiderasi merupakan gaya kepemimpinan yang dominan. Sebaliknya, para pemimpin yang berorientasi tugas yang terstruktur, percaya bahwa mereka memperoleh hasil dengan tetap membuat orang – orang sibuk dan mendesak mereka untuk berproduksi.
Pemimpin yang positif, partisipatif dan berorientasi konsiderasi,tidak selamanya merupakan pemimpinyan terbaik.fiedler telah mengembakan suatumodel pengecualian dari ketiga gaya kepemimpinan diatas,yakni model kepemimpinankontigennis.model ini nyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling sesuai bergantung pada situasi dimana pemimpin bekerja.dengan teorinya ini fiedler ingin menunjukkan bahwa keefektifan ditunjukkan oleh interaksi antara orientasi pegawai dengan 3 variabel yang berkaitan dengan pengikut, tugas dan organisasi. Ketiga variabel itu adalah hubungan antara pemimpin dengan anngota ( Leader – member rolations), struktur tugas (task strukture), dan kuasa posisi pemimpin (Leader position power). Variabel pertama ditentukan oleh pengakuan atau penerimaan (akseptabilitas) pemimpin oleh pengikut, variabel kedua mencerminkan kadar diperlukannya cara spesifik untuk melakukan pekerjaan, variabel ketiga menggambarkan kuasa organisasi yang melekat pada posisi pemimpin. Model kontingensi Fieldler ini serupa dengan gaya kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard. Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan (muturity) pengikutnya.perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok , pengikut dapat menemukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.
Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan Panton,1996 : 18 dst), masing – masing gaya kepemimpinan ini hanya memadai dalam situasi yang tepat meskipun disadari bahwa setiap orang memiliki gaya yang disukainya sendiri dan sering merasa sulit untuk mengubahnya meskipun perlu.



PEMBAHASAN

I.            Gaya Kepemimpinan yang Disukai
·         Otoriter
Kepemimpinan otoriter atau bisa disebut kepemimpinan otokratis atau kepemimpinan diktator adalah suatu kepemimpinan di mana seorang pemimpin bertindak sebagai diktator, yaitu paham dimana pemimpin adalah penguasa dan semua kendali ada di tangan pemimpin.
Seorang diktator jelas tidak menyukai adanya meeting, rapat apalagi musyawarah karena bagi seorang diktator tidak menghendaki adanya perbedaan dan pastinya suka untuk memaksakan kehendaknya.
Dengan kepemimpinan diktator, semua kebijakan ada di tangan pemimpin, semua keputusan ada di tangan pemimpin, semua bentuk hukuman, larangan peraturan dapat juga berubah sesuai dengan hati pemimpin.
Jika kita lihat dari sisi gaya kepemimpinan secara ekstrim kepemimpinan secara ekstrim, kepemimpinan otoriter menempati urutan pertama karena kita lihat dari seberapa besar pengaruh atau campur tangan pemimpin.
Gaya kepemimpinan otoriter jika diterapkan dalam memimpin negara sekarang mungkin kurang relevan. Namun jika kita lihat lagi menurut gaya kepemimpinan situasional, tipe kepemimpinan ini bisa diterapkan terhadap anggota atau bawahan dengan tingkat kematangan rendah yaitu ketika seorang pemimpin menghadapi bawahan yang belum bisa atau belum menguasai hampir semua bidang yang menjadi tanggung jawabnya. 
II.            Contoh Pemimpin Otoriter
·         Adolf Hitler
Sosok kepemimpinan Hitler dimata rakyat Jerman dan Dunia Internasional dikenal sebagai pemimpin yang bergaya otokratis dan diktatorHitler menggunakan suatu pendekatan dengan cara memanfaatkan keadaan ekonomi yang buruk (karena inflasi yang besar-besaran sehingga mengakibatkan adanya hutang terhadap Amerika, dalam kredit jangka pendek). Yang membuat kebijakan adanya kredit jangka pendek Amerika adalah Pemerintahan Weimar, yang disebut sebagai kemerosotan Weimar. Dengan adanya hutang tersebut sudah dibayar lunas, maka masyarakat kembali hidup mewah, tetapi disisi lain banyak warga yang merasakan kesengsaraan. Dengan adanya kejadian ini maka banyak rakyat yang tidak setuju dengan kemrosotan Weimar ini, dan ingin kembali hidup lama yang sederhana, (bergabung dengan masuk Ke NAZI kecil), ini terjadi pada tahun 1920 an.
Hitler meyakini adanya hukum seleksi alam atau hukum rimba. Yang kuat memaksakan kehendaknya itu adalah hukum alam. Obsesi Hitler adalah keunggulan pihak yang paling kuat. Hitler mengatakan bahwa ” Dia Seorang yang kuat.” Dia dapat menyelesaikan krisis ekonomi di puncak sebuah partai dinamis yang berjanji menghancurkan musuh dalam negeri jerman dan membangun kembali negara jerman dalam persatuan nasional. Perjalanan Hitler sudah mengalami jatuh bangun berkali-kali tetapi dia masih tetap bertahan dengan cara berkampanye baru dan orisinil, (Dia menggunakan tema dalam kampanye Pilpres pada tahun 1932 dengan Semboyan “Hitler di atas Jerman”, dia berkeliling dengan pesawat  ke 20 kota dalam waktu 7 hari.). Meskipun seorang Hitter kalah, tetapi Hitler tetap menganggap dirinya adalah seorang pemimpin alternative Jerman.
Di mata Internasional, kekuasaan Hitler diraih bukan melalui kemenangan besar dalam pemilihan umum. Namun ia takkan menjadi Kanselir Reich seandainya pada bulan Januari 1933 ia tidak memimpin partai terkuat. Pada pemilihan umum untuk Reichstag yang terakhir di era Republik Weimar pada tanggal 6 November 1932, partai Nazi kehilangan dua juta suara dibandingkan dengan hasil pemilu pada tanggal 31 Juli 1932. Sebaliknya partai komunis berhasil mendapat tambahan 600.000 suara, sehingga mencapai angka magis 100 kursi Reichstag. Sukses Partai Komunis Jerman (KPD) itu memperbesar kekhawatiran akan perang saudara. Rasa takut itulah sekutu terkuat Hitler, terutama di kalangan elite kekuasaan yang konservatif. Berkat rekomendasi kalangan tersebut kepada Hindenburg pada tanggal 30 Januari 1930, Hitler diangkat oleh Presiden Reich itu sebagai kanselir yang memimpin kabinet yang mayoritas anggotanya berhaluan konservatif.
Untuk tetap mempertahankan kekuasaan selama dua belas tahun pemerintahan Reich Ketiga, tidak cukup menjalankan teror terhadap semua pihak yang berbeda pendapat. Hitler memperoleh dukungan dari sebagian besar kaum buruh, sebab ia berhasil menghapus pengangguran masal dalam waktu beberapa tahun saja. Sukses itu terutama didasarkan atas konyungtur industri persenjataan. Dukungan pekerja dapat dipertahankan oleh Hitler selama Perang Dunia II. Caranya dengan memeras tenaga kerja dan sumber daya di daerah-daerah pendudukan secara kejam, sehingga massa rakyat Jerman tidak mengalami kekurangan yang parah seperti pada Perang Dunia I. Sukses besar di bidang politik luar negeri dalam tahun-tahun menjelang perang, terutama pendudukan daerah Rheinland yang semula zone bebas militer serta “aneksasi” Austria pada bulan Maret 1938, membuat kepopuleran Hitler meroket di segala lapisan masyarakat. Mitos mengenai Reich dan misi historisnya, yang diperalat dengan cekatan oleh Hitler, terutama mempengaruhi orang Jerman yang terpelajar. Dukungan mereka dibutuhkan oleh pemimpin atau Führer yang karismatik itu, kalau ia ingin membuat Jerman menjadi kekuatan penata di Eropa secara lestari. Sebaliknya, kalangan terpelajar itu memerlukan Hitler, karena di mata mereka tidak ada tokoh lain yang mampu mewujudkan impian mengenai negara yang besar orang Jerman.
Dalam berbagai kampanye pemilu pada awal tahun 1930-an, Hitler tidak menutupi sikapnya yang memusuhi orang Yahudi, tetapi juga tidak menonjolkannya. Di kalangan buruh, yang hendak dirangkul oleh semua pihak, sikap itu memang takkan disambut. Di kalangan warga terpelajar dan berada, begitu juga di antara tukang, pengusaha kecil dan petani, prasangka anti-Yahudi tersebar luas, tetapi mereka tidak menyukai “antisemitisme yang ribut”. Peristiwa pencabutan hak orang Yahudi di Jerman melalui Undang-Undang Ras yang disahkan di Nürnberg pada bulan September 1935 tidak menimbulkan protes, karena tidak melanggar formalitas hukum. Kekerasan dan kerusuhan pada malam 9 November 1938 (Reichskristallnacht) tidaklah populer, berbeda dengan “peng-Arya-an” harta benda Yahudi, suatu aksi pengalihan harta secara besar-besaran yang dampaknya terasa hingga kini. Kabar mengenai holocaust, pemusnahan sistematis kaum Yahudi di Eropa pada masa Perang Dunia II, tersebar lebih luas daripada yang diinginkan oleh rezim Nazi. Namun agar sesuatu dapat diketahui perlu ada rasa ingin tahu, dan menyangkut nasib warga Yahudi, hal terakhir ini kurang di Jerman pada saat “Reich Ketiga”.
Dalam sejarah Jerman, jatuhnya Reich “Jerman yang besar” pimpinan Hitler pada bulan Mei 1945 berarti titik balik yang jauh lebih besar dampaknya daripada runtuhnya kekaisaran pada bulan November 1918. Keutuhan Reich itu sendiri tidak tersentuh seusai Perang Dunia I. Setelah kapitulasi tanpa syarat pada akhir Perang Dunia Kedua, selain kekuasaan pemerintah, wewenang menentukan masa depan Jerman juga berpindah ke tangan keempat negara pendudukan, yaitu Amerika Serikat, Uni Soviet, Inggris dan Perancis. Berbeda dengan tahun 1918, pada tahun 1945 kuasa pimpinan politik dan militer Jerman dicabut. Para pejabat yang masih hidup diadili oleh Mahkamah Militer Internasional di Nürnberg (Perkara-Perkara Nürnberg). Para bangsawan pemilik latifundium di sebelah timur Sungai Elbe, yaitu kelompok yang lebih banyak berperan dalam proses penghancuran Republik Weimar dan pengalihan kekuasaan kepada Hitler daripada kelompok elite kekuasaan lainnya, kehilangan tanah dan harta. Ada yang harus meninggalkan daerah asalnya akibat dipisahkannya kawasan di sebelah timur Sungai Oder dan Sungai Neiße dekat Görlitz dari wilayah Jerman, kemudian ditempatkan di bawah administrasi Polandia atau, dalam hal Ostpreußen bagian utara, di bawah administrasi Uni Soviet. Tanah milik sebagian lain dari kelompok tuan tanah tersebut disita dalam rangka land reform di zona pendudukan Uni Soviet.
Hitler mengangkat Jerman dari kegagalan ekonomi. Pertumbuhan industri Jerman sangat cepat dan memangkas jumlah pengangguran secara signifikan. Pekerjaan sipil seperti pembangunan transportasi dan infrastruktur , puluhan bendungan , industri otomotif Volkswagen  untuk menyediakan kendaraan murah bagi rakyat Jerman. Menurunnya angka pengangguran ini menjadi wajar , karena disaat bersamaan, Hitler juga melakukan pembangunan militer besar-besaran dan merobek Perjanjian Versailles yang mengebiri militer Jerman.
Secara keseluruhan Hitler berhasil mengangkat kepercayaan diri bangsa Jerman yang terpuruk karena kalah Perang Dunia I. Oleh karena itu , rakyat Jerman masih mendukung Hitler , walau Hitler mulai melakukan praktek kekerasan terhadap lawan politiknya dan juga permulaan didirikannya kamp konsentrasi.
Hitler menawarkan sebuah jam tangan emas bagi para bawahannya yang bisa menghentikan kebiasaan merokok mereka. Ketika Hitler bunuh diri, sebagian besar perwira militer di bunkernya langsung menyalakan rokok dan menghisap rokok untuk meredakan ketegangan, karena saat itu Berlin sudah dikepung tentara merah Uni Soviet.
Walaupun orang menganggapnya Diktator yg bisa berbuat apa saja, tetapi Hitler hanya memiliki uang sejumlah 180,000 Reichmark saja di dalam tabungannya. Itu semua didapatkannya dari penjualan buku dan gajinya sebagai Reichchancelor selama 12 tahun. Dia tidak pernah mengambil sepeser pun uang negara dan menkontribusikan apapun yang dia punya untuk Reich Ketiganya.
Sebenarnya pengelolaan hitler sangat baik dalam memegang tampu kekuasaan jerman dengan bukti ia mampu mengentaskan jerman dari kebobrokan, dalam hal ini tidak akan terjadi jika ia salah memilih bawahannya dan ia selalu menjaga hubungan terhadap anak buahnya dengan baik. Ada sebuah contoh, Hitler pernah berkunjung ke rumah jendral bawahanya hanya untuk menonton video koleksinya. Dampak dari hubungan antara Hitler dengan bawahannya tersebut membuat ia semakin kharismatik dan loyalitas bawahan terhadap fuhrer-nya semakin tinggi dan dapat dilihat dari saat akhir kehancuran Jerrman saat Hitler melakukan bunuh diri di tempat persembunyiannya dan berita itu tersebar hingga pasukanya mengetahuinya, banyak pasukanya yang ikut melakukan bunuh diri sehingga saat itu banyak terjadi bunuh diri massal. Dalam segi ekonomi yang membuat negaranya hancur adalah sifat megalomania yang ingin menguasai seluruh daratan eropa karena perlawanan dari negara-negara yang melawannya. Andai sifat itu tidak ada, mungkin Jerman yang dulu hingga kini bisa menjadi Negara Super Power dengan kekuatan ekonomi dan militernya.

1 komentar: